Pesugihan di Desa Dorompilih: Janji Kaya, Bayaran Nyawa

Pesugihan di Desa Dorompilih: Janji Kaya, Bayaran Nyawa

Desa Dorompilih, sebuah desa kecil di lereng bukit yang jarang terdengar namanya, menyimpan kisah-kisah yang tak semua orang berani ceritakan. Dihuni tak lebih dari 300 kepala keluarga, desa ini tampak seperti desa biasa—ada ladang, kebun, suara ayam jantan di pagi hari, dan angin dingin yang turun sebelum senja. Tapi begitu malam tiba, bayang-bayang masa lalu seolah bangkit dari tanah, membisikkan cerita tentang perjanjian gelap yang masih menghantui hingga hari ini.

Orang-orang menyebutnya “Pesugihan Lumbung Setan.” Konon, siapa pun yang ingin kaya dalam waktu cepat, tanpa perlu kerja keras, bisa datang ke sebuah tempat tersembunyi di balik hutan beringin tua yang ada di sisi barat desa. Tapi sekali kamu masuk, kamu tak akan pernah bisa keluar tanpa meninggalkan sesuatu yang tak ternilai: jiwa seseorang yang kamu cintai.


Legenda Awal: Si Kaya Mendadak Bernama Sarwo

Kisah ini bermula sekitar tahun 1983. Saat itu, ada seorang petani bernama Sarwo, lelaki paruh baya yang hidup sederhana bersama istrinya, Mbok Rini di Desa Dorompilih. Mereka tidak punya anak, hanya sepetak sawah kecil dan seekor sapi tua yang kurus. Selama bertahun-tahun, Sarwo hidup dari hasil bumi yang tak seberapa.

Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Dalam waktu satu musim tanam, tiba-tiba sawahnya bertambah luas. Ia membeli tiga ekor sapi betina muda dan memperluas rumahnya. Banyak warga bertanya-tanya, dari mana Sarwo mendapatkan uang sebanyak itu. Saat ditanya, ia hanya tertawa kecil dan berkata, “Kalau rajin, rezeki itu datang sendiri.”

Tapi perubahan paling mencolok bukan hanya hartanya, melainkan juga matanya. Tatapan Sarwo jadi kosong. Ia jarang bicara. Bahkan kepada istrinya, ia lebih sering diam, hanya menatap ke arah hutan setiap malam, seolah menunggu sesuatu.

Beberapa bulan kemudian, Mbok Rini ditemukan meninggal mendadak di dapur. Tidak ada luka, tidak ada tanda keracunan. Wajahnya pucat, matanya terbuka lebar seperti melihat sesuatu yang sangat menakutkan sebelum ajal menjemput. Jenazahnya langsung dikuburkan tanpa proses otopsi.

Sejak kematian istrinya, Sarwo justru makin kaya. Ia membuka usaha penggilingan padi, membeli truk, bahkan membangun gudang. Tapi ia hidup sendirian, tak pernah menikah lagi. Dan setiap malam Jumat Kliwon, warga sering mendengar suara tangisan dari dalam rumahnya—bukan suara lelaki, tapi suara perempuan… yang mirip sekali dengan suara Mbok Rini semasa hidup.


Lumbung Setan di Tengah Hutan

Cerita pesugihan ini mulai terkuak saat seorang pemuda bernama Rian hilang selama dua hari di tahun 1997. Ia ditemukan oleh tim pencari warga dalam keadaan pingsan, di sebuah gubuk tua yang diyakini sebagai lumbung tua milik Sarwo.

Menurut cerita Rian setelah siuman, ia tersesat di hutan saat mencari rumput untuk kambing. Ia melihat bayangan wanita berpakaian putih berjalan masuk ke dalam semak. Rasa penasaran membuatnya mengikuti sosok itu, sampai ia tiba di depan lumbung tua yang tak ia kenali. Begitu masuk ke dalam, ia merasa seluruh tubuhnya kaku dan mendengar bisikan yang berkata:

“Ambil kekayaan ini. Tapi tukarkan dengan satu nyawa yang kau pilih sendiri.”

Rian tidak bisa bergerak. Di depannya tiba-tiba muncul tumpukan emas, karung beras, dan tumpukan uang lusuh. Tapi kemudian, di pojok ruangan, ia melihat sosok ibunya berdiri sambil menangis.

Ia menjerit. Dan saat itu juga, semuanya gelap.

Sejak kejadian itu, Rian tak lagi berbicara. Ia menjadi pendiam, mudah ketakutan, dan hanya bisa menggambar. Setiap hari, ia menggambar sosok wanita berambut panjang berdiri di depan lumbung tua dengan mulut menganga, dan seseorang yang menyerahkan boneka kepada sosok itu.

Warga desa mulai percaya bahwa Lumbung Setan benar-benar ada, dan bukan cuma kisah pengantar tidur.


Perjanjian Berdarah

Beberapa warga Desa Dorompilih meyakini, pesugihan di Dorompilih bukan pesugihan biasa. Tidak seperti cerita pesugihan dengan tumbal ayam atau kambing hitam, pesugihan ini menuntut nyawa orang terdekat. Semakin kamu mencintai orang itu, semakin besar kekayaan yang kamu terima.

Cerita ini makin kuat setelah kematian Pak Rebo, tetangga Sarwo, yang ditemukan gantung diri setelah anak semata wayangnya meninggal misterius dalam tidur. Sebelum kejadian itu, Pak Rebo diketahui sering berkunjung ke bagian barat hutan, membawa dupa dan sesajen.

Beberapa warga yang pernah mendekat ke area lumbung mengatakan selalu merasakan hawa dingin yang tiba-tiba, mendengar suara tangisan, dan bau anyir darah yang menusuk.


Sarwo Menghilang, Tapi Pesugihan Tetap Hidup

Pada suatu malam tahun 2005, Sarwo menghilang. Rumahnya kosong, pintunya terbuka, dan seluruh harta bendanya—uang, emas, barang elektronik—masih utuh di tempat. Tak ada tanda perampokan atau kerusakan.

Namun yang aneh, di tengah ruang tamu, ada jejak kaki mengarah keluar rumah, tapi bukan jejak manusia. Jejak itu menyerupai kaki kambing dengan tiga jari, terbakar sebagian seperti menginjak bara.

Warga percaya bahwa perjanjiannya telah berakhir, dan sang penunggu telah menagih. Sejak malam itu, Sarwo tidak pernah terlihat lagi.


Warisan Kutukan

Beberapa tahun setelah menghilangnya Sarwo, banyak anak muda di Dorompilih yang penasaran dan mencoba ‘mencari tahu’ kebenaran pesugihan tersebut. Beberapa hanya mendapatkan ketakutan. Tapi beberapa lainnya, benar-benar berubah hidupnya.

Seorang pemuda bernama Damar, dulu dikenal sebagai pengangguran, tiba-tiba bisa membeli motor sport, membuka bengkel, bahkan meminang gadis kota. Namun hanya enam bulan setelah pernikahannya, istrinya meninggal karena kecelakaan aneh—jatuh dari tangga di rumah mereka sendiri padahal rumahnya hanya satu lantai.

Damar tidak pernah bicara tentang hal itu. Tapi menurut sahabat dekatnya, Damar pernah mengaku kalau ia “mimpi didatangi Sarwo” dan disuruh datang ke lumbung untuk “melanjutkan warisan”.

Kini, lumbung itu tidak bisa ditemukan dengan mudah. Bahkan dengan GPS sekalipun, tempat itu seperti bergerak, menghindar dari siapa pun yang tidak “dipanggil”. Tapi kisah pesugihan di Dorompilih tetap hidup, sebagai bayang-bayang bagi siapa saja yang silau pada kekayaan instan.


Penutup Tanpa Akhir

Desa Dorompilih tetap sunyi hingga hari ini. Penduduknya hidup dalam dua dunia—dunia nyata tempat mereka bertani dan berjualan, dan dunia gelap yang muncul saat malam turun, saat pohon-pohon mulai berbisik.

Jika kamu berkunjung ke sana dan melihat orang membawa bunga melati ke arah barat hutan, jangan tanya apa-apa. Jangan ikut. Jangan bicara. Karena di tempat itu, harta tak pernah gratis, dan sekali kamu memberi nyawa, kamu tak bisa mengambilnya kembali.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply